Kajari Polman Jendra Firdaus
SIARANNEWS.COM —– Kejaksaan Negeri(Kejari) Polewali Mandar(Polman) mengutamakan penanganan perkara korupsi berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Polman Jendra Firdaus mengungkapkan pelaksanaan penegakan hukum perkara korupsi berorientasi pada kesejahteaan masyarakat sesuai arahan Jaksa Agung RI, hal itu bukan hanya sekedar memenjarakan orang atau mengejar volume penanganan perkara, tapi bagaimana menyita harta koruptor untuk mengembalikan kerugian negara, ” kalau misalnya kita hanya memenjarakan orang, itu hanya menjadi beban negara kan, tapi kalau kita bisa mengembalikan kerugian negara nah itu yang bagus, ” bebernya, saat ditemui di kantornya, beberapa waktu lalu.
Menurut Jendra, optimal dalam penanganan perkara yang dimaksud, adalah jangan hanya orangnya yang dipenjara tapi tidak ada hartanya yang bisa disita untuk pengembalian kerugian negara, ” kemarin ada ribut ribut soal kasus tambang, pimpinan kita di Kejagung lalu membuat suatu pemikiran bagaimana membuat suatu tata kelola tambang, sehingga pengelolaan sumber daya alam bukan hanya tertib tapi tidak mudah dikorupsi, ” terangnya.
Kendati demikian, Mantan Kasi Pidsus Batu, Jawa Timur ini memaparkan kasus korupsi yang masih dalam tahap penyelidikan sifatnya masih tertutup, sebab penanganan kasus korupsi harus ada strategi, karena resistensinya beda dengan penanganan perkara pidana biasa, ” kenapa penyelidikan sifatnya tertutup karena mereka yang menjadi objek pemeriksaan itu tentu berusaha mengambil dan menggelapkan barang bukti, sedangkan kita belum bisa melakukan upaya paksa di tahap penyelidikan. ” ujarnya.
Jendra menuturkan saat ini ada tiga kasus korupsi di Polman dalam tahap penyelidikan, Kata dia, dari ketiga kasus itu harus ada yang segera naik tahap penyidikan, ” jika sudah naik penyidikan dalam waktu tidak lama kita akan menentukan tersangka bila sudah terpenuhi dua alat bukti, jadi nanti kami konfrensi pers, ” tuturnya.
Jendra menyebutkan bila berbicara tindak pidana maka sifatnya ada delik aduan dan delik umum, sementara kasus korupsi termasuk dalam delik umum, ” delik aduan penyidik baru bisa bergerak bila ada pengaduan, kalau delik umum tidak mesti diadukan sepanjang penyidik mengetahui disitu ada tindak pidana, ” ucapnya.
Selain itu, Jendra mengatakan data kasus korupsi yang diperoleh pihaknya bisa dari mana saja, karena kasus korupsi merupakan extra ordinary crime, bila pekerjaaannya tahun 2024 maka ditunggu sampai 2025 untuk menghindari perdebatan, apakah pekerjaannya masih masa percobaan atau tidak, ” kami tetap bergerak bukan sekedar lewatnya masa temuan BPK itu, tapi kita menunggu jangan sampai masih ada masa pemeliharaan, kita kerja yang minim perdebatan lah, ” tandasnya.
Jendra mencontohkan misal di suatu kabupaten ada kasus korupsi, namun meskipun korupsinya cuma Rp 200 sampai 300 juta namun pelakunya kepala dinas itu akan menarik beritanya, ” misal kita dapat data perkara dari Z, tentu Z dulu saya periksa sebelum saya periksa orang lain, tapi seringkali Z enggan diperiksa, tapi esensi datanya dapat, makanya esensi datanya kita tangani setelah naik ke penyidikan, kalau sudah jadi perhatian publik maka masyarakat bisa datang menanyakan sampai sejauh mana kasusnya. ” pungkasnya.
(Ahmad Gazali).